Unik, Pendaki Malaysia Kenakan Baju Melayu di Puncak Gunung Daik
Keprievent.com, Daik, Lingga – Sejumlah pendaki asal Malaysia memulai pendakian ke Gunung Daik (1.065 mdpl) Jumat (28/6/2019) siang, melalui Desa Daik di bawah kaki Gunung Daik. Tim pendakian ini terdiri dari 5 orang pria dan 6 orang wanita. Total keseluruhannya berjumlah 11 pendaki.
Tim pendaki Malaysia yang tergabung dalam Ansara Recreational and Outdoor Club (AROC) ini bergerak dari pelabuhan Stulang Laut Johor menuju ke Terminal Ferry Internasional Batam Center pada Kamis (27/6/2019) pagi, untuk kemudian langsung bergerak ke Pelabuhan Telaga Punggur di Punggur, dan kemudian langsung menuju ke Daik, Lingga.
Di Lingga, rombongan pendaki ini menyempatkan diri mengunjungi beberapa destinasi wisata Lingga, diantaranya Tugu Khatulistiwa, Komplek Istana Damnah, dan Air Terjun Resun.
Selepas menunaikan ibadah Jumat rombongan ini memulai pendakian ke Gunung Daik dipandu langsung oleh pemuda Daik yang tergabung dalam Kampung Sepincan dan Organisasi Perkumpulan Petualang Alam Bebas Perpetual, Daik, Lingga.
Rombongan pendaki ini beristirahat di Pos 2 Gunung Daik setelah memulai pendakian pada pukul 15:00 WIB melalui Gerbang Pendakian Gunung Daik. Pukul 5:00 WIB Sabtu (29/6/2019) rombongan memulai summit attack ke Puncak Gunung Daik. Selain mendaki, para pendaki ini juga membawa papan nama penanda nama Gunung Daik yang akan mereka pasang di puncak Gunung Daik.
Setelah sampai di Puncak Gunung Daik ini pada pukul 11:00 WIB, papan nama penanda Puncak Gunung Daik-pun didirikan oleh para pendaki tersebut.
Ada yang menarik saat rombongan pendaki ini mencapai Puncak Gunung Daik, yaitu mereka juga membawa pakaian khas adat Melayu yang dipakai mereka untuk berfoto bersama di puncak gunung ini. Hal ini jelas saja memberikan nuasa yang istimewa dalam pendakian ini.
Adrul, salah satu pendaki Malaysia yang ikut dalam pendakian ke Gunung Daik ini mengatakan bahwa, penggunaan baju Melayu ini di Puncak Gunung Daik adalah sebagai wujud kepedulian mereka terhadap budaya Melayu. "Inilah salah satu bentuk apresiasi kita terhadap kearifan budaya lokal. Apalagi kita dari Malaysia asalnya juga dari Bunda Tanah Melayu ini. Sudah sepatutnya kita menonjolkan identitas melayu di negeri ini," katanya.
"Kita juga menyarankan ke depannya, bagi pendaki- pendaki yang naik ke Daik juga melakukan hal yang sama, dengan mengabadikan gambar kenangan berkostum pakaian Melayu di Puncak Gunung ini, sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap budaya dan adat Melayu," ucapnya.
Saran membangun dari wisman ini perlu juga dipertimbangkan bagi pengelola pendakian atau tour leader yang ada di Daik, Lingga. Namun, harus juga harus dipertimbangkan bahwa tidak semua tamu yang datang ke Gunung Daik memiliki baju Melayu.
Sebagaimana diketahui, Gunung Daik adalah daratan tertinggi di wilayah Kepulauan Riau. Dengan keunikan puncaknya yang bercabang tiga, pamor Gunung Daik menyeruak jauh hingga ke negeri jiran, ditambah lagi dengan pamor pantun lama yang melegenda tentang gunung ini yang sangat termashur terutama di Semenanjung Malaysia.
Pulau Pandan jauh di tengah
Gunung Daik bercabang tiga
Hancur badan dikandung tanah
Budi baik dikenang juga
Dapat dikatakan semua orang Melayu di Malaysia dan Singapura hapal di luar kepala tentang pantun Gunung Daik ini secara turun temurun. Hal ini tak dapat dipungkiri, karena di masa lalu wilayah ini memang menjadi satu kesatuan di bawah kesultanan Riau, Lingga, Johor, Pahang.
Keindahan alam di sekitar gunung yang masih sangat hijau dan asri. Hal ini tentu saja menjadi daya tarik sendiri bagi pendaki yang melalui jalur pendakiannya. Untuk mencapai puncak Gunung Daik, para pendaki akan melalui jalur yang terkenal berliku dan terjal. Terdapat sungai-sungai yang memiliki air yang sangat jernih di jalur pendakian. Air dari sungai yang jernih ini dijadikan sumber penghidupan bagi masyarakat Daik Lingga.
Untuk mencapai ke pangkal cabang Gunung Daik, pendaki harus menempuh durasi di sepanjang rute pendakian sekitar 8-9 jam perjalanan dimulai dari gerbang masuk. Pesona keindahan Kota Daik dan sekitarnya akan tersuguhkan sesampainya pendaki di pangkal cabang gunung, walaupun keindahan tersebut sedikit terlindungi oleh pepohonan besar dan rindang.
Selain memiliki keindahan yang mempesona, Gunung Daik juga menyimpan legenda yang cukup dipercaya oleh masyarakat setempat. Konon, dahulu kala, gunung yang bercabang tiga ini dihuni oleh makhluk halus yang disebut dengan orang bunian. Saat itu, orang bunian sangat akrab dengan masyarakat setempat, bahkan tak jarang banyak masyarakat yang meminjam alat-alat perkakas atau bahkan perabot orang bunian saat ingin menggelar acara hajatan berupa kenduri pernikahan.
Suatu ketika, ada seseorang yang tidak mengembalikan perabot yang telah ia pinjam dari orang bunian tersebut, sehingga membuat orang bunian ini murka. Hal ini telah menjadi mitos Gunung Daik yang dipercaya oleh masyarakat Lingga sampai kini.
Secara kast mata, Gunung Daik dapat dilihat memiliki tiga puncak, yang masing-masing memiliki nama, yaitu Gunung Daik, Gunung Pejantan, dan Gunung Cindai Menangis. Puncak-puncak tersebut memiliki kesulitan panjat tebing 5.9-5.11 dalam satuan North American Grade Standard.
Ketika keprievent.com ikut menjajal jalur pendakian Gunung Daik ini, tentunya ada beberapa hal yang harus ditingkatkan agar wisata pendakian Gunung Daik dapat menjadi destinasi yang "tourist friendly". Diantaranya adalah masalah safety (keamanan) dan toilet.
Dari sisi keamanan, jalur Gunung Daik melewati trek menyeberangi tiga sungai. Di musim hujan debit air bisa menjadi tinggi dan membuat penyeberangan menjadi lebih sulit dan beresiko. Perlu dikaji pembangunan jembatan untuk penyeberangan ini.
Di jalur "Punggung Naga" yang di kiri kanannya adalah jurang, sudah ada pegangan atau batas tali seadanya. Ke depan dapat diberi tambahan pengaman tali atau semacamnya yang kokoh. Namun jangan lupa juga untuk memeriksa kelayakan pengamanan tersebut secara berkala.
Eksotisnya suatu destinasi perlu diimbangi dengan amenitas yang layak. Tolet di jalur pendakian juga sangat diperlukan, cukup yang sederhana, agar hajat wisatawan dapat diakomodir dan tidak mengotori jalur pendakian, atau sumber mata air.
Hal penting lainnya tentu saja peningkatan kompetensi tour leader di Gunung Daik dan standarisasi biaya-biaya yang timbul di destinasi wisata tertinggi dan terkenal di Kepri dan Semenanjung Malaysia ini.
Raja Fahrurrozi selaku Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Kadisparpora) Kabupaten Lingga mengatakan, pendakian ke Gunung Daik yang dilakukan oleh pemuda Malaysia dibantu oleh pemuda Lingga ini merupakan kegiatan yang positif. "Kita sangat mengapresiasi semangat para pemuda ini. Dengan kegiatan ini kita berharap Gunung Daik dapat menjadi "sumbu pemersatu" bagi Melayu yang ada di dua negara," ujar Kadis yang akrab disapa Pak Acai ini.
"Dahulunya kita satu, namun karena penjajahan Belanda dan Inggris, membuat kita terpisah secara teritorial. Gunung Daik dapat menjadi icon pemersatu bangsa Melayu dengan semangat kebersamaan para pemudanya," katanya.
"Pada sisi lain, pariwisata Lingga di sektor "minat khusus" juga dapat di kembangkan dan ditingkatkan melalui wisata pendakian Gunung Daik. Nama gunung ini yang tercantum di dalam pantun yang sudah melegenda menjadikan destinasi ini masuk ke dalam salah satu destinasi andalan di Kepri, khususnya di Lingga. Kita patut bersyukur dan berbangga akan hal tersebut," pungkasnya.(**)
Tim pendaki Malaysia yang tergabung dalam Ansara Recreational and Outdoor Club (AROC) ini bergerak dari pelabuhan Stulang Laut Johor menuju ke Terminal Ferry Internasional Batam Center pada Kamis (27/6/2019) pagi, untuk kemudian langsung bergerak ke Pelabuhan Telaga Punggur di Punggur, dan kemudian langsung menuju ke Daik, Lingga.
Di Lingga, rombongan pendaki ini menyempatkan diri mengunjungi beberapa destinasi wisata Lingga, diantaranya Tugu Khatulistiwa, Komplek Istana Damnah, dan Air Terjun Resun.
Selepas menunaikan ibadah Jumat rombongan ini memulai pendakian ke Gunung Daik dipandu langsung oleh pemuda Daik yang tergabung dalam Kampung Sepincan dan Organisasi Perkumpulan Petualang Alam Bebas Perpetual, Daik, Lingga.
Rombongan pendaki ini beristirahat di Pos 2 Gunung Daik setelah memulai pendakian pada pukul 15:00 WIB melalui Gerbang Pendakian Gunung Daik. Pukul 5:00 WIB Sabtu (29/6/2019) rombongan memulai summit attack ke Puncak Gunung Daik. Selain mendaki, para pendaki ini juga membawa papan nama penanda nama Gunung Daik yang akan mereka pasang di puncak Gunung Daik.
Setelah sampai di Puncak Gunung Daik ini pada pukul 11:00 WIB, papan nama penanda Puncak Gunung Daik-pun didirikan oleh para pendaki tersebut.
Ada yang menarik saat rombongan pendaki ini mencapai Puncak Gunung Daik, yaitu mereka juga membawa pakaian khas adat Melayu yang dipakai mereka untuk berfoto bersama di puncak gunung ini. Hal ini jelas saja memberikan nuasa yang istimewa dalam pendakian ini.
Adrul, salah satu pendaki Malaysia yang ikut dalam pendakian ke Gunung Daik ini mengatakan bahwa, penggunaan baju Melayu ini di Puncak Gunung Daik adalah sebagai wujud kepedulian mereka terhadap budaya Melayu. "Inilah salah satu bentuk apresiasi kita terhadap kearifan budaya lokal. Apalagi kita dari Malaysia asalnya juga dari Bunda Tanah Melayu ini. Sudah sepatutnya kita menonjolkan identitas melayu di negeri ini," katanya.
"Kita juga menyarankan ke depannya, bagi pendaki- pendaki yang naik ke Daik juga melakukan hal yang sama, dengan mengabadikan gambar kenangan berkostum pakaian Melayu di Puncak Gunung ini, sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap budaya dan adat Melayu," ucapnya.
Saran membangun dari wisman ini perlu juga dipertimbangkan bagi pengelola pendakian atau tour leader yang ada di Daik, Lingga. Namun, harus juga harus dipertimbangkan bahwa tidak semua tamu yang datang ke Gunung Daik memiliki baju Melayu.
Sebagaimana diketahui, Gunung Daik adalah daratan tertinggi di wilayah Kepulauan Riau. Dengan keunikan puncaknya yang bercabang tiga, pamor Gunung Daik menyeruak jauh hingga ke negeri jiran, ditambah lagi dengan pamor pantun lama yang melegenda tentang gunung ini yang sangat termashur terutama di Semenanjung Malaysia.
Pulau Pandan jauh di tengah
Gunung Daik bercabang tiga
Hancur badan dikandung tanah
Budi baik dikenang juga
Dapat dikatakan semua orang Melayu di Malaysia dan Singapura hapal di luar kepala tentang pantun Gunung Daik ini secara turun temurun. Hal ini tak dapat dipungkiri, karena di masa lalu wilayah ini memang menjadi satu kesatuan di bawah kesultanan Riau, Lingga, Johor, Pahang.
Keindahan alam di sekitar gunung yang masih sangat hijau dan asri. Hal ini tentu saja menjadi daya tarik sendiri bagi pendaki yang melalui jalur pendakiannya. Untuk mencapai puncak Gunung Daik, para pendaki akan melalui jalur yang terkenal berliku dan terjal. Terdapat sungai-sungai yang memiliki air yang sangat jernih di jalur pendakian. Air dari sungai yang jernih ini dijadikan sumber penghidupan bagi masyarakat Daik Lingga.
Untuk mencapai ke pangkal cabang Gunung Daik, pendaki harus menempuh durasi di sepanjang rute pendakian sekitar 8-9 jam perjalanan dimulai dari gerbang masuk. Pesona keindahan Kota Daik dan sekitarnya akan tersuguhkan sesampainya pendaki di pangkal cabang gunung, walaupun keindahan tersebut sedikit terlindungi oleh pepohonan besar dan rindang.
Selain memiliki keindahan yang mempesona, Gunung Daik juga menyimpan legenda yang cukup dipercaya oleh masyarakat setempat. Konon, dahulu kala, gunung yang bercabang tiga ini dihuni oleh makhluk halus yang disebut dengan orang bunian. Saat itu, orang bunian sangat akrab dengan masyarakat setempat, bahkan tak jarang banyak masyarakat yang meminjam alat-alat perkakas atau bahkan perabot orang bunian saat ingin menggelar acara hajatan berupa kenduri pernikahan.
Suatu ketika, ada seseorang yang tidak mengembalikan perabot yang telah ia pinjam dari orang bunian tersebut, sehingga membuat orang bunian ini murka. Hal ini telah menjadi mitos Gunung Daik yang dipercaya oleh masyarakat Lingga sampai kini.
Secara kast mata, Gunung Daik dapat dilihat memiliki tiga puncak, yang masing-masing memiliki nama, yaitu Gunung Daik, Gunung Pejantan, dan Gunung Cindai Menangis. Puncak-puncak tersebut memiliki kesulitan panjat tebing 5.9-5.11 dalam satuan North American Grade Standard.
Ketika keprievent.com ikut menjajal jalur pendakian Gunung Daik ini, tentunya ada beberapa hal yang harus ditingkatkan agar wisata pendakian Gunung Daik dapat menjadi destinasi yang "tourist friendly". Diantaranya adalah masalah safety (keamanan) dan toilet.
Dari sisi keamanan, jalur Gunung Daik melewati trek menyeberangi tiga sungai. Di musim hujan debit air bisa menjadi tinggi dan membuat penyeberangan menjadi lebih sulit dan beresiko. Perlu dikaji pembangunan jembatan untuk penyeberangan ini.
Di jalur "Punggung Naga" yang di kiri kanannya adalah jurang, sudah ada pegangan atau batas tali seadanya. Ke depan dapat diberi tambahan pengaman tali atau semacamnya yang kokoh. Namun jangan lupa juga untuk memeriksa kelayakan pengamanan tersebut secara berkala.
Eksotisnya suatu destinasi perlu diimbangi dengan amenitas yang layak. Tolet di jalur pendakian juga sangat diperlukan, cukup yang sederhana, agar hajat wisatawan dapat diakomodir dan tidak mengotori jalur pendakian, atau sumber mata air.
Hal penting lainnya tentu saja peningkatan kompetensi tour leader di Gunung Daik dan standarisasi biaya-biaya yang timbul di destinasi wisata tertinggi dan terkenal di Kepri dan Semenanjung Malaysia ini.
Raja Fahrurrozi selaku Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olah Raga (Kadisparpora) Kabupaten Lingga mengatakan, pendakian ke Gunung Daik yang dilakukan oleh pemuda Malaysia dibantu oleh pemuda Lingga ini merupakan kegiatan yang positif. "Kita sangat mengapresiasi semangat para pemuda ini. Dengan kegiatan ini kita berharap Gunung Daik dapat menjadi "sumbu pemersatu" bagi Melayu yang ada di dua negara," ujar Kadis yang akrab disapa Pak Acai ini.
"Dahulunya kita satu, namun karena penjajahan Belanda dan Inggris, membuat kita terpisah secara teritorial. Gunung Daik dapat menjadi icon pemersatu bangsa Melayu dengan semangat kebersamaan para pemudanya," katanya.
"Pada sisi lain, pariwisata Lingga di sektor "minat khusus" juga dapat di kembangkan dan ditingkatkan melalui wisata pendakian Gunung Daik. Nama gunung ini yang tercantum di dalam pantun yang sudah melegenda menjadikan destinasi ini masuk ke dalam salah satu destinasi andalan di Kepri, khususnya di Lingga. Kita patut bersyukur dan berbangga akan hal tersebut," pungkasnya.(**)
Unik, Pendaki Malaysia Kenakan Baju Melayu di Puncak Gunung Daik
Reviewed by bams nektar
on
June 30, 2019
Rating:

Post a Comment