Ultra Light Backpacking Kini Semakin Menyenangkan Dengan Hadirnya ASUS VivoBook Ultra A412DA
Pendakian gunung selalu menyisakan cerita suka dan duka di sepanjang jalurnya. Teman-teman pendaki pasti paham akan hal ini. Bahkan sebelum masuk ke dalam trek pendakian-pun kisah manis dan pahit tersebut mungkin saja sudah dimulai.
Aku pernah punya teman yang tiket pesawatnya hangus gegara terlambat beberapa menit untuk datang ke airport dan terpaksa harus reissued tiket lagi karena teman seperjalanannya sudah menunggu di airport tujuan.
Ada lagi teman peman pendaki yang harus bersedih hati membatalkan pendakiannya, karena dalam perjalanannya menggunakan motor roda dua, dompetnya sempat tercecer di jalan. Duit dan surat-surat penting lainnya ikutan raib. Yang paling berharga di dompet katanya hanya sebuah foto mantan yang sudah lebih dulu naik pelaminan dengan orang lain, katanya. Hiks... Jadi ikutan sedih. Siapa yang mau meneruskan pendakian dengan tingkat kegalauan seperti itu coba?
Itu masih cerita galau menuju Pintu Rimba, tempat dimana awal pendakian di mulai. Jangan tanya suka dan duka setelah langkah kaki pertama menapak melewati garis antara hidup dan mati itu. Banyak..!
Seorang sahabat pendaki curhat, bahwa dia pernah ketemu pocong di pos 2 Gunung Rinjani via Senaru. Ih, Horor... Sahabat lainnya juga pernah cerita telah menolong seorang pendaki yang terluka karena terkena reruntuhan bebatuan di jalur cadas Gunung Semeru. Beberapa sahabat pendaki juga pernah cerita ke aku tentang bagaimana tenda mereka "digeledah" oleh kawanan monyet, beberapa lainnya malah tendanya diobrak-abrik oleh gerombolan babi hutan.
Tidak semuanya cerita duka, ada cerita seru juga saat sahabat pendaki mendapat kenalan baru, dan ada yang sampe nyambung mendaki ke pelaminan. Asik, bukan? Yang banyak saat ini adalah, sahabat pendaki yang menyebarkan meme, satu foto babi di bagian atas dengan caption "Dulu banyak makhluk ini di gunung yang mengobrak-abrik tenda kami". Satu foto cewek pendaki manis menyandang carrier di bagian bawah foto babi, dengan caption, "Kini banyak makhluk ini di gunung yang mengobrak-abrik hati kami". Halah...
Aku sendiri juga punya banyak cerita suka dan duka dunk selama menggeluti dunia pendakian gunung. Pengalaman sukanya? Salah satunya yaitu cerita yang di atas tadi. Ngajak pendaki cewek mendaki sampe ke puncak pelaminan, hingga melahirkan generasi-generasi pendaki tangguh baru di rumah. Cerita dukanya juga banyak, kok. Salah satunya adalah, di tahun 2015 yang lalu, dalam salah satu kesempatan pendakian ke Gunung Kerinci (3.805 mdpl) aku sempat membawa notebook di dalam carrier-ku. Bukan karena mau pamer, tapi saat itu ada salah satu klien perusahaanku yang sedang melaksanakan audit ISO 22000. Sewaktu-waktu mereka bisa minta dokumen yang dibutuhkan untuk kelengkapan audit mereka. Jadi aku juga harus bersiap-siap, siapa tahu mereka minta dokumen ini-itu yang dibutuhkan oleh auditor.
Banyaknya data dan dokumen yang diperlukan untuk audit oleh klien ini tidak dapat aku simpan di handphone, karena space penyimpanan di handphone-pun terbatas, sedangkan data-data tersebut ukurannya juga rata-rata besar. Jadilah aku putuskan membawa notebook-ku sekalian dalam pendakian ke Gunung Kerinci ini. Toh, di Gunung Kerinci saat ini sudah ter-cover oleh sinyal seluler, jadi dokumen yang dibutuhkan oleh klien dapat diemail dengan bantuan hotspot pada handphone yang dikoneksikan ke note book.
Setelah beristirahat sejenak di Shelter 2 Gunung Kerinci, aku dan beberapa sahabat pendakipun melanjutkan perjalanan ke Shelter 3. Medan yang licin dengan tebing-tebing kecil yang terbentuk karena arus aliran air hujan mengharuskan kami untuk ekstra hati-hati. Akar-akar pohon cantigi menjadi satu-satu penolong bagi badan agar dapat beranjak naik ke meter yang lebih tinggi lagi dari permukaan laut. Hingga pada satu tebing tanah yang licin, aku terpeleset dan meluncur turun terjerembab dengan bagian punggung carrier menghantam tanah. Saat itu sakitnya gak seberapa, sih. Tapi malunya minta ampun.
Mungkin karena efek jatuh ini, saat kami sudah berada di Shelter 3 Gunung Kerinci, dan ternyata benar ada sms masuk ke handphone-ku dari klien yang sedang audit minta satu dokumen yang dibutuhkan, ketika note book yang aku bawa dihidupkan, semua layarnya jadi blank warna hitam. Duh, jadi galau tingkat dewa.
Kasus ini menjadi pelajaran buatku hingga kini. Bahwa, sama dengan gear mendaki gunung, "gear" elektronik yang kita bawa ke gunungpun juga harus yang prima. Istilah gaul zaman sekarang, jangan bawa gear yang kaleng-kaleng ke gunung, atau kamu bakalan sedeng!
Sampai di 2019 ini aku masih berharap menemukan gear yang mampuni, laptop yang tidak manja, yang bisa menjadi "teman dalam situasi sulit", yang dapat menjadi andalan dalam masa-masa penuh tekanan dan paling utama dia harus ringkas.
Dalam persfektif aku pribadi, aku tidak terlalu menuntut banyak spesifikasi dalam memilih notebook yang aku butuhkan. Dalam duania pendakian Ultra Light Bacpacking, dia harus punya body yang ramping, *wink (kerdip mata kanan) dengan ukuran gak terlalu besar dan ringkas, jadi dapat diselipkan ke dalam backpack atau carrier. Kecuali jika mencari istri, body-nya gak perlu ramping, semok bahenol lebih oke, yang penting dia setia. (Kalimat "Kecuali mencari istri, dst" aku tambahkan, karena ada istri di samping aku saat menulis paragraph ini, biar dia senang) Ramping biasanya juga ringan, jadi gak menambah beban selama travelling.
Tahu sendiri zaman gini, harga tiket untuk keluyuran sudah naik gak karuan, dan kelebihan bagasi konsekwensinya kena biaya tambahan. Kesel... Maaf, jadi curhat di sini mewakili sobat-sobat travelling blogger se-Indonesia Raya.
Intinya, pendaki zaman kini harus beralih ke ultra light backpacking. Semua gear dari ujung rambut sampe ujung kaki harus dikonversi ke standar ultra light. Seringkas yang kamu bisa bawa. Lebih kecil lebih baik. Bawaan akan semakin ringan dan gak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk kelebihan bagasi pesawat. Termasuk salah satunya, yaitu notebook. Nah, sampe di sini paham bukan, kenapa ASUS VivoBook Ultra A412DA ke dalam kriteria Ultra Light Backpack aku?
Nah, di ASUS VivoBook Ultra A412DA tersedia solusinya, ringkas, trendy... ASUS Menghadirkan VivoBook paling ringkas di kelasnya, dan sudah diperkuat prosesor terbaru AMD Ryzen 3000 series, baik Rizen 3 ataupun Rizen 5 di Indonesia.
Laptop ASUS VivoBook Ultra A412DA ini sudah pre-install dengan Windows 10 asli. Sehingga pengguna tidak perlu membeli Windows lagi, apalagi menginstal windows bajakan. Selain itu, VivoBook Ultra A412DA sudah menyediakan sensor fingerprint dan juga mendukung fitur Windows Hello untuk login cepat ke system operasi.
Asus mengklaim rasio layar ke bodi mencapai 87 persen dengan ukuran bezel atau bingkainya 5,7mm. VivoBook Ultra A412DA turut dilengkapi fitur ErgoLift Design yang mengangkat bodi laptop sebesar dua derajat, sehingga keyboard tidak sepenuhnya membentuk sudut siku-siku.
ASUS mengklaim dengan posisi keyboard yang sedikit miring, pengalaman mengetik menjadi lebih nyaman bagi pengguna. Selain itu, karena ada rongga udara ekstra di bodi, desain ini juga memperlancar aliran udara dari komponen perangkat
VivoBook Ultra A412DA didukung GPU NVIDIA GeForce MX250 dan tiga pilihan prosesor Intel Core i3, i5, dan i7 generasi ke delapan. Kapasitas RAM mencapai 8 GB dengan media penyimpanan SSD hingga 512 GB dan dibekali baterai berakapsitas 37Wh.
Di sisi samping kanan dan kiri terdapat beberapa port yang terdiri dari USB 3.1 (Gen1) Type-C, 1x USB 3.1 (Gen1) Type-A, USB 2.0 Type-A, HDMI, audio jack, dan MicroSD card reader. Laptop ini juga turut dilengkapi sensor pemindai sidik jari yang terletak di sudut kanan atas touch pad serta HD web camera yang ada di sisi atas layar.
Menurut informasi yang aku dapat, ASUS VivoBook Ultra A412DA mulai dijual pada 20 Juni 2019 lalu di seluruh gerai ASUS di Indonesia.
Dari penelusuranku lebih lanjut, saking mungilnya, ASUS menyematkan label "laptop ultrabook 14 inci warna-warni terkecil di dunia". Layar VivoBook Ultra A412DA berdiagonal 14 inci dengan resolusi Full HD. Ketebalannya 1,9 cm dengan bobot 1,5 kilogram. Selain itu ternyata ASUS VivoBook Ultra A412DA memiliki bodi yang kokoh dan telah mengantongi sertifikasi standar militer MIL-STD-810G, semua lini terbaru laptop ini lolos berbagai pengujian ekstrem mulai dari uji ketinggian, uji suhu dan kelembapan, hingga uji banting dan getaran.
Wah, tentu saja aku merasa surprise banget dengan informasi ini, spesifikasi pribadiku untuk note book dengan kategori "Spesialisasi di atas 3.000 mdpl" dapat aku jumpai di ASUS VivoBook Ultra A412DA ini, setelah pencarian selama ini. Mungkin ada betulnya apa yang dikatakan sahabat pendaki, "Note Book yang tepat akan mendatangi pendaki yang sudah siap". Dan aku kini sudah siap untuk meminang ASUS VivoBook Ultra A412DA.(**)
Bams@2019
Aku pernah punya teman yang tiket pesawatnya hangus gegara terlambat beberapa menit untuk datang ke airport dan terpaksa harus reissued tiket lagi karena teman seperjalanannya sudah menunggu di airport tujuan.
Ada lagi teman peman pendaki yang harus bersedih hati membatalkan pendakiannya, karena dalam perjalanannya menggunakan motor roda dua, dompetnya sempat tercecer di jalan. Duit dan surat-surat penting lainnya ikutan raib. Yang paling berharga di dompet katanya hanya sebuah foto mantan yang sudah lebih dulu naik pelaminan dengan orang lain, katanya. Hiks... Jadi ikutan sedih. Siapa yang mau meneruskan pendakian dengan tingkat kegalauan seperti itu coba?
Itu masih cerita galau menuju Pintu Rimba, tempat dimana awal pendakian di mulai. Jangan tanya suka dan duka setelah langkah kaki pertama menapak melewati garis antara hidup dan mati itu. Banyak..!
Seorang sahabat pendaki curhat, bahwa dia pernah ketemu pocong di pos 2 Gunung Rinjani via Senaru. Ih, Horor... Sahabat lainnya juga pernah cerita telah menolong seorang pendaki yang terluka karena terkena reruntuhan bebatuan di jalur cadas Gunung Semeru. Beberapa sahabat pendaki juga pernah cerita ke aku tentang bagaimana tenda mereka "digeledah" oleh kawanan monyet, beberapa lainnya malah tendanya diobrak-abrik oleh gerombolan babi hutan.
Tidak semuanya cerita duka, ada cerita seru juga saat sahabat pendaki mendapat kenalan baru, dan ada yang sampe nyambung mendaki ke pelaminan. Asik, bukan? Yang banyak saat ini adalah, sahabat pendaki yang menyebarkan meme, satu foto babi di bagian atas dengan caption "Dulu banyak makhluk ini di gunung yang mengobrak-abrik tenda kami". Satu foto cewek pendaki manis menyandang carrier di bagian bawah foto babi, dengan caption, "Kini banyak makhluk ini di gunung yang mengobrak-abrik hati kami". Halah...
Aku sendiri juga punya banyak cerita suka dan duka dunk selama menggeluti dunia pendakian gunung. Pengalaman sukanya? Salah satunya yaitu cerita yang di atas tadi. Ngajak pendaki cewek mendaki sampe ke puncak pelaminan, hingga melahirkan generasi-generasi pendaki tangguh baru di rumah. Cerita dukanya juga banyak, kok. Salah satunya adalah, di tahun 2015 yang lalu, dalam salah satu kesempatan pendakian ke Gunung Kerinci (3.805 mdpl) aku sempat membawa notebook di dalam carrier-ku. Bukan karena mau pamer, tapi saat itu ada salah satu klien perusahaanku yang sedang melaksanakan audit ISO 22000. Sewaktu-waktu mereka bisa minta dokumen yang dibutuhkan untuk kelengkapan audit mereka. Jadi aku juga harus bersiap-siap, siapa tahu mereka minta dokumen ini-itu yang dibutuhkan oleh auditor.
Banyaknya data dan dokumen yang diperlukan untuk audit oleh klien ini tidak dapat aku simpan di handphone, karena space penyimpanan di handphone-pun terbatas, sedangkan data-data tersebut ukurannya juga rata-rata besar. Jadilah aku putuskan membawa notebook-ku sekalian dalam pendakian ke Gunung Kerinci ini. Toh, di Gunung Kerinci saat ini sudah ter-cover oleh sinyal seluler, jadi dokumen yang dibutuhkan oleh klien dapat diemail dengan bantuan hotspot pada handphone yang dikoneksikan ke note book.
Setelah beristirahat sejenak di Shelter 2 Gunung Kerinci, aku dan beberapa sahabat pendakipun melanjutkan perjalanan ke Shelter 3. Medan yang licin dengan tebing-tebing kecil yang terbentuk karena arus aliran air hujan mengharuskan kami untuk ekstra hati-hati. Akar-akar pohon cantigi menjadi satu-satu penolong bagi badan agar dapat beranjak naik ke meter yang lebih tinggi lagi dari permukaan laut. Hingga pada satu tebing tanah yang licin, aku terpeleset dan meluncur turun terjerembab dengan bagian punggung carrier menghantam tanah. Saat itu sakitnya gak seberapa, sih. Tapi malunya minta ampun.
Mungkin karena efek jatuh ini, saat kami sudah berada di Shelter 3 Gunung Kerinci, dan ternyata benar ada sms masuk ke handphone-ku dari klien yang sedang audit minta satu dokumen yang dibutuhkan, ketika note book yang aku bawa dihidupkan, semua layarnya jadi blank warna hitam. Duh, jadi galau tingkat dewa.
Kasus ini menjadi pelajaran buatku hingga kini. Bahwa, sama dengan gear mendaki gunung, "gear" elektronik yang kita bawa ke gunungpun juga harus yang prima. Istilah gaul zaman sekarang, jangan bawa gear yang kaleng-kaleng ke gunung, atau kamu bakalan sedeng!
Sampai di 2019 ini aku masih berharap menemukan gear yang mampuni, laptop yang tidak manja, yang bisa menjadi "teman dalam situasi sulit", yang dapat menjadi andalan dalam masa-masa penuh tekanan dan paling utama dia harus ringkas.
Dalam persfektif aku pribadi, aku tidak terlalu menuntut banyak spesifikasi dalam memilih notebook yang aku butuhkan. Dalam duania pendakian Ultra Light Bacpacking, dia harus punya body yang ramping, *wink (kerdip mata kanan) dengan ukuran gak terlalu besar dan ringkas, jadi dapat diselipkan ke dalam backpack atau carrier. Kecuali jika mencari istri, body-nya gak perlu ramping, semok bahenol lebih oke, yang penting dia setia. (Kalimat "Kecuali mencari istri, dst" aku tambahkan, karena ada istri di samping aku saat menulis paragraph ini, biar dia senang) Ramping biasanya juga ringan, jadi gak menambah beban selama travelling.
Tahu sendiri zaman gini, harga tiket untuk keluyuran sudah naik gak karuan, dan kelebihan bagasi konsekwensinya kena biaya tambahan. Kesel... Maaf, jadi curhat di sini mewakili sobat-sobat travelling blogger se-Indonesia Raya.
Intinya, pendaki zaman kini harus beralih ke ultra light backpacking. Semua gear dari ujung rambut sampe ujung kaki harus dikonversi ke standar ultra light. Seringkas yang kamu bisa bawa. Lebih kecil lebih baik. Bawaan akan semakin ringan dan gak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk kelebihan bagasi pesawat. Termasuk salah satunya, yaitu notebook. Nah, sampe di sini paham bukan, kenapa ASUS VivoBook Ultra A412DA ke dalam kriteria Ultra Light Backpack aku?
Nah, di ASUS VivoBook Ultra A412DA tersedia solusinya, ringkas, trendy... ASUS Menghadirkan VivoBook paling ringkas di kelasnya, dan sudah diperkuat prosesor terbaru AMD Ryzen 3000 series, baik Rizen 3 ataupun Rizen 5 di Indonesia.
Laptop ASUS VivoBook Ultra A412DA ini sudah pre-install dengan Windows 10 asli. Sehingga pengguna tidak perlu membeli Windows lagi, apalagi menginstal windows bajakan. Selain itu, VivoBook Ultra A412DA sudah menyediakan sensor fingerprint dan juga mendukung fitur Windows Hello untuk login cepat ke system operasi.
Tampilan Windows Hello.
Asus mengklaim rasio layar ke bodi mencapai 87 persen dengan ukuran bezel atau bingkainya 5,7mm. VivoBook Ultra A412DA turut dilengkapi fitur ErgoLift Design yang mengangkat bodi laptop sebesar dua derajat, sehingga keyboard tidak sepenuhnya membentuk sudut siku-siku.
ASUS mengklaim dengan posisi keyboard yang sedikit miring, pengalaman mengetik menjadi lebih nyaman bagi pengguna. Selain itu, karena ada rongga udara ekstra di bodi, desain ini juga memperlancar aliran udara dari komponen perangkat
VivoBook Ultra A412DA didukung GPU NVIDIA GeForce MX250 dan tiga pilihan prosesor Intel Core i3, i5, dan i7 generasi ke delapan. Kapasitas RAM mencapai 8 GB dengan media penyimpanan SSD hingga 512 GB dan dibekali baterai berakapsitas 37Wh.
Di sisi samping kanan dan kiri terdapat beberapa port yang terdiri dari USB 3.1 (Gen1) Type-C, 1x USB 3.1 (Gen1) Type-A, USB 2.0 Type-A, HDMI, audio jack, dan MicroSD card reader. Laptop ini juga turut dilengkapi sensor pemindai sidik jari yang terletak di sudut kanan atas touch pad serta HD web camera yang ada di sisi atas layar.
Menurut informasi yang aku dapat, ASUS VivoBook Ultra A412DA mulai dijual pada 20 Juni 2019 lalu di seluruh gerai ASUS di Indonesia.
Dari penelusuranku lebih lanjut, saking mungilnya, ASUS menyematkan label "laptop ultrabook 14 inci warna-warni terkecil di dunia". Layar VivoBook Ultra A412DA berdiagonal 14 inci dengan resolusi Full HD. Ketebalannya 1,9 cm dengan bobot 1,5 kilogram. Selain itu ternyata ASUS VivoBook Ultra A412DA memiliki bodi yang kokoh dan telah mengantongi sertifikasi standar militer MIL-STD-810G, semua lini terbaru laptop ini lolos berbagai pengujian ekstrem mulai dari uji ketinggian, uji suhu dan kelembapan, hingga uji banting dan getaran.
Wah, tentu saja aku merasa surprise banget dengan informasi ini, spesifikasi pribadiku untuk note book dengan kategori "Spesialisasi di atas 3.000 mdpl" dapat aku jumpai di ASUS VivoBook Ultra A412DA ini, setelah pencarian selama ini. Mungkin ada betulnya apa yang dikatakan sahabat pendaki, "Note Book yang tepat akan mendatangi pendaki yang sudah siap". Dan aku kini sudah siap untuk meminang ASUS VivoBook Ultra A412DA.(**)
Bams@2019
Ultra Light Backpacking Kini Semakin Menyenangkan Dengan Hadirnya ASUS VivoBook Ultra A412DA
Reviewed by bams nektar
on
August 18, 2019
Rating:

Post a Comment